ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terjaganya resiliensi siwa kelas IX melalui metode pembelajaran daring dan e-learning. Metode dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data dengan menggunakan dokumentasi yang berupa catatan kelulusan siswa kelas IX siswa MTsN 1 Surakarta pada tahun 2022. Dari data kelulusan siswa menunjukkan siswa MTsN surakarta 1 lulus 100% yang menunjukkan bahwa keberhasilan resiliensi siwa kelas IX melalui metode pembelajaran daring dan e-learning

Kata Kunci : resiliensi, daring dan e-learning

ABSTRACT

This study aims to determine the maintenance of the resilience of class IX students through online learning methods and e-learning. The method in this study was to collect data using documentation in the form of graduation notes for class IX students at MTsN 1 Surakarta in 2022. From the student graduation data it shows that students at MTsN Surakarta 1 passed 100% which shows that the success of the resilience of class IX students through online learning methods and e-learning

Keywords: resilience, online and e-learning

PENDAHULUAN
Dalam mencapai prestasi belajar, siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi disekitar kehidupan, baik yang datang dari kondisi internal siswa itu sendiri maupun lingkungan dimana individu tersebut berada. Beberapa ahli (M. Ngalim Purwanto : 1990, Muhibbin Syah :2006, dan Noeh:1993) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang yaitu faktor yang datang dari diri individu sendiri disebut faktor internal seperti minat, motivasi, bakat, intelegensi, tingkat religiusitas dan spiritualitas siswa sedangkan faktor yang datang dari luar individu atau lingkungan sosial disebut sebagai faktor eksternal seperti keluarga (termasuk status sosial ekonomi orang tua), lingkungan sekitar (dukungan sosial masyarakat), sarana dan prasarana sekolah.
Tekanan yang terjadi dalam kehidupan merupakan proses yang tidak terkecuali dialami oleh semua individu, salah satunya adalah tekanan akibat Pandemi, namun yang membedakan antara individu yang satu dengan lainnya adalah pada keberhasilan individu dalam beradaptasi dengan tekanan-tekanan yang ada. Bagi individu yang mampu beradaptasi dengan baik, mereka akan menghasilkan perfoma-perfoma positif dalam hidupnya, sebaliknya bagi individu yang kurang mampu beradaptasi mereka akan tetap berada dalam kondisi tidak menyenangkan tersebut. Istilah yang menggambarkan kualitas pribadi yang memungkinkan individu dan komunitasnya untuk tumbuh walaupun berada dalam ketidakberuntungan disebut resiliensi (Connor:2006). Resiliensi menurut Richardson, dkk dalam Henderson dan Milstein (2003) merupakan proses mengatasi masalah seperti gangguan, kekacauan, tekanan, atau tantangan hidup, yang pada akhirnya membekali individu dengan perlindungan tambahan dan kemampuan untuk mengatasi masalah sebagai hasil dari situasi yang dihadapikhususnya pada saat pandemi.
Resiliensi tidak hanya dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang, melainkan setiap orang, termasuk remaja. Remaja yang resilien dicirikan sebagai individu yang memiliki kompetensi secara sosial, dengan ketrampilan-ketrampilan hidup seperti: pemecahan masalah, berpikir kritis, kemampuan mengambil inisiatif, kesadaran akan tujuan dan prediksi masa depan yang positif bagi dirinya sendiri. Mereka memiliki minat-minat khusus, tujuan-tujuan yang terarah, dan motivasi untuk berprestasi di sekolah dan dalam kehidupan (Henderson & Milstein, 2003). Umumnya, mereka yang memiliki resiliensi ini terdorong untuk mengatasi keterbatasan mereka. Setiap keterbatasan yang dimiliknya menantang kemampuan anak untuk menghadapi, mengatasi, belajar, serta mengubahnya (Gortberg,1999).
Sementara dalam konteks yang terkait dengan pendidikan, Linquanti (dalam Howard 1999) memberikan definisi resiliensi sebagai kualitas dalam diri anak yang walaupun dihadapkan dengan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup tidak mengalami kegagalan dalam hal kehidupan akademisnya. Mendukung pernyataan tersebut, Nears (2007) juga menyebutkan bahwa anak yang tidak dapat mengatasi tantangan yang ada dengan efektif akan lebih tidak menyenangi sekolah dan lebih jarang berpartisipasi dalam kegiatan di kelas.
Untuk dapat mengkategorikan anak sebagai anak yang resilien sebelumnya harus terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi (Ibeagha dkk, 2004). Pertama, terdapat sebuah keadaan yang merupakan ancaman atau sifatnya berbahaya bagi individu tersebut seperti cacat, kekerasan, kemiskinan, bencana alam, perceraian, dan sebagainya. Kedua, individu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan tidak menyenangkan tersebut dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA
Istilah resiliensi secara etimologis berasal dari kata latin “resilire” yang artinya melambung kembali. Awalnya istilah ini digunakan dalam konteks fisik atau ilmu fisika. Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau diregangkan. Bila digunakan sebagai istilah psikologi, resiliensi adalah kemampuan manusia untuk cepat pulih kembali dari perubahan, sakit, kemalangan, atau kesulitan (the Resiliency Center 2005). Sejumlah ahli yang berbicara tentang resiliensi mengemukakan berbagai definisi dari resiliensi sebagai berikut:
Benard (2004) mendefinisikan resiliensi sebagai kualitas atau karakteristik individual yang berkaitan dengan perkembangan positif dan kesuksesan dalam individu tersebut.
Sementara Grotberg dalam Desmita (2006) Resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.
Resiliensi menurut Richardson, dkk dalam Henderson dan Milstein (2003) merupakan proses mengatasi masalah seperti gangguan, kekacauan, tekanan, atau tantangan hidup, yang pada akhirnya membekali individu dengan perlindungan tambahan dan kemampuan untuk mengatasi masalah sebagai hasil dari situasi yang di hadapi.
Al Siebert (2005) mengatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan untuk mengatasi perubahan yang terjadi, mempertahankan energi , bangkit kembali dari kemunduran, dan merubah cara baru dalam pekerjaan dan kehidupan ketika cara lama tidak mungkin digunakan kembali.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dalam penelitian ini resiliensi dapat diartikan sebagai suatu kemapuan individu untuk bangkit kembali dari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan atau tekanan-tekanan hidup dengan melakukan hal-hal positif untuk merubah keadaan yang tidak menyenangkan tersebut menjadi sebuah kesuksesan
Sekarang ini, daring dan luring menjadi istilah yang sering dijumpai, terutama berkaitan dengan tema pembelajaran di masa pandemi. Daring merupakan singkatan atau akronim dari dalam jaringan, sedangkan luring merupakan akronim dari luar jaringan. Dalam KBBI dijelaskan bahwa daring berarti terhubung melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya; sedangkan luring berarti terputus dari jejaring komputer. Bahasa lain yang mungkin lebih banyak digunakan sebagai penyebutan pembelajaran daring adalah pembelajaran online. Sebelumnya kita mungkin mengenal pembelajaran digital sebagai bentuk pembelajaran awal yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pembelajaran daring memiliki cakupan yang lebih luas dalam memanfaatkan TIK, tidak hanya sebatas digitalisasi materi maupun media pembelajaran, namun juga mencakup komunikasi dan interaksi antar unsur-unsur dalam KBM menggunakan TIK. Internet memiliki peranan penting dalam konteks daring, sebagai media penghubung yang menyalurkan informasi. Pembelajaran daring biasanya akan mengkombinasikan penggunaan aplikasi maupun sistem yang saat ini banyak digunakan, misalnya penggunaan Learning Management System (LMS) seperti Moodle sebagai portal untuk mengakses materi ajar dan berinteraksi antara guru dan peserta didik; penggunaan aplikasi pertemuan seperti Zoom, Google Meet, Microsoft Teams, dll. untuk merealisasikan kelas daring; penggunaan aplikasi chat atau messaging untuk bertukar pendapat, berdiskusi, menyampaikan pengumuman, maupun berkoordinasi; dan lain sebagainya.

METODOLOGI PENELITIAN
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX MTsN Surakarta 1 yang berjumlah 306 siswa. Obyek dalam penelitian ini adalah layanan daring Layanan dan Elearning Madrasah dengan materi menggunakan media hp dan laptop yang terkoneksi dengan jaringan internet.
Penelitian dilakukan dengan melakukan perencanaan terlebih dahulu terhadap variasi aplikasi daring dan menentukan aspek yang akan diamati dalam penerapannya. Aspek yang diamati dalam penerapan mencakup Penyelesaian seluruh pembelajaran, lulus dengan nilai kriteria yang di tetapkan madrasah, mengikuti semua ujian, memperoleh nilai baik pada penilaian sikap dan prilaku baik sosial maupun spiritual untuk program tahfidz mengikuti ujian tahfidz dan dinatakan lulus.`
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah mengacu pada Surat keputusan kepala madrasah Tsanawiyah negeri 1 surakata tentang penetapan kriteria kelulusan peserta didik pada tahun 2022

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: https://kbbi.kemdikbud.go.id
Pengaruh resiliansi terhadap prestasi belajar
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1232/1/MASDIANAH-FPS.pdf
Direktorat Pendidikan dan Pembelajaran. 2020. Apa itu pembelajaram?. UNIDA. https://unida.ac.id/pembelajaran/artikel/apa-itu-pembelajaran.html
Perpusnas.go.id2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini